Selasa, 14 Januari 2014
SYAIKH ABDUL MALIK MURSYID SYADZILIYAH
Beliau adalah sosok ulama yang cukup
di segani di kebumen propinsi jawa tengah,Syaikh Abdul Malik semasa
hidupnya memegang dua thariqah besar (sebagai mursyid) yaitu: Thariqah
An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan Thariqah Asy-Syadziliyah. Sanad
thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah telah ia peroleh secara langsung
dari ayah beliau yakni Syaikh Muhammad Ilyas, sedangkan sanad Thariqah
Asy-Sadziliyah diperolehnya dari As-Sayyid Ahmad An-Nahrawi Al-Makki
(Mekkah).Dalam hidupnya, Syaikh Abdul Malik memiliki dua amalan wirid
utama dan sangat besar, yaitu membaca Al-Qur’an dan Shalawat. Beliau tak
kurang membaca shalwat sebanyak 16.000 kali dalam setiap harinya dan
sekali menghatamkan Al-Qur’an. Adapun shalawat yang diamalkan adalah
shalawat Nabi Khidir AS atau lebih sering disebut shalawat rahmat, yakni
“Shallallah ‘ala Muhammad.” Dan itu adalah shalawat yang sering beliau
ijazahkan kepada para tamu dan murid beliau. Adapun shalawat-shalawat
yang lain, seperti shalawat Al-Fatih, Al-Anwar dan lain-lain.Beliau juga
dikenal sebagai ulama yang mempunyai kepribadian yang sabar, zuhud,
tawadhu dan sifat-sifat kemuliaan yang menunjukan ketinggian dari akhlaq
yang melekat pada diri beliau. Sehingga amat wajarlah bila masyarakat
Banyumas dan sekitarnya sangat mencintai dan menghormatinya.Beliau
disamping dikenal memiliki hubungan yang baik dengan para ulama besar
umumnya, Syaikh Abdul Malik mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
ulama dan habaib yang dianggap oleh banyak orang telah mencapai derajat
waliyullah, seperti Habib Soleh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul, Jember),
Habib Ahmad Bilfaqih (Yogyakarta), Habib Husein bin Hadi Al-Hamid
(Brani, Probolinggo), KH Hasan Mangli (Magelang), Habib Hamid bin Yahya
(Sokaraja, Banyumas) dan lain-lain.Diceritakan, saat Habib Soleh Tanggul
pergi ke Pekalongan untuk menghadiri sebuah haul. Selesai acara haul,
Habib Soleh berkata kepada para jamaah,”Apakah kalian tahu, siapakah
gerangan orang yang akan datang kemari? Dia adalah salah seorang
pembesar kaum ‘arifin di tanah Jawa.” Tidak lama kemudian datanglah
Syaik Abdul Malik dan jamaah pun terkejut melihatnya.Hal yang sama juga
dikatakan oleh Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Kraksaan,
Probolinggo) bahwa ketika Syaikh Abdul Malik berkunjung ke rumahnya
bersama rombongan, Habib Husein berkata, ”Aku harus di pintu karena aku
mau menyambut salah satu pembesar Wali Allah.”Asy-Syaikh Abdul Malik
lahir di Kedung Paruk, Purwokerto, pada hari Jum’at 3 Rajab 1294 H
(1881). Nama kecilnya adalah Muhammad Ash’ad sedang nama Abdul Malik
diperoleh dari ayahnya, KH Muhammad Ilyas ketika ia menunaikan ibadah
haji bersamanya. Sejak kecil Asy-Syaikh Abdul Malik telah memperoleh
pengasuhan dan pendidikan secara langsung dari kedua orang tuanya dan
saudara-saudaranya yang ada di Sokaraja, Banyumas terutama dengan KH
Muhammad Affandi.Setelah belajar Al-Qur’an dengan ayahnya, Asy-Syaikh
kemudian mendalami kembali Al-Qur’an kepada KH Abu Bakar bin H Yahya
Ngasinan (Kebasen, Banyumas). Pada tahun 1312 H, ketika Syaikh Abdul
Malik sudah menginjak usia dewasa, oleh sang ayah, ia dikirim ke Mekkah
untuk menimba ilmu agama. Di sana ia mempelajari berbagai disiplin ilmu
agama diantaranya ilmu Al-Qur’an, tafsir, Ulumul Qur’an, Hadits, Fiqh,
Tasawuf dan lain-lain. Asy-Syaikh belajar di Tanah suci dalam waktu yang
cukup lama, kurang lebih selama limabelas tahun.Dalam ilmu Al-Qur’an,
khususnya ilmu Tafsir dan Ulumul Qur’an, ia berguru kepada Sayid Umar
Asy-Syatha’ dan Sayid Muhammad Syatha’ (putra penulis kitab I’anatuth
Thalibin hasyiyah Fathul Mu’in). Dalam ilmu hadits, ia berguru Sayid Tha
bin Yahya Al-Magribi (ulama Hadramaut yang tinggal di Mekkah), Sayid
Alwi bin Shalih bin Aqil bin Yahya, Sayid Muhsin Al-Musawwa, Asy-Syaikh
Muhammad Mahfudz bin Abdullah At-Tirmisi. Dalam bidang ilmu syariah dan
thariqah alawiyah ia berguru pada Habib Ahmad Fad’aq, Habib Aththas Abu
Bakar Al-Attas, Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya), Habib
Abdullah bin Muhsin Al-Attas (Bogor), Kyai Soleh Darat
(Semarang).Sementara itu, guru-gurunya di Madinah adalah Sayid Ahmad bin
Muhammad Amin Ridwan, Sayid Abbas bin Muhammad Amin Raidwan, Sayid
Abbas Al Maliki Al-Hasani (kakek Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki
Al-Hasani), Sayid Ahmad An-Nahrawi Al Makki, Sayid Ali Ridha.Setelah
sekian tahun menimba ilmu di Tanah Suci, sekitar tahun 1327 H,
Asy-Syaikh Abdul Malik pulang ke kampung halaman untuk berkhidmat kepada
keduaorang tuanya yang saat itu sudah sepuh (berusia lanjut). Kemudian
pada tahun 1333 H, sang ayah, Asy Syaikh Muhammad Ilyas berpulang ke
Rahmatullah.Sesudah sang ayah wafat, Asy-Syaikh Abdul Malik kemudian
mengembara ke berbagai daerah di Pulau Jawa guna menambah wawasan dan
pengetahuan dengan berjalan kaki. Ia pulang ke rumah tepat pada hari ke-
100 dari hari wafat sang ayah, dan saat itu umur Asy Syaikh berusia
tiga puluh tahun.Sepulang dari pengembaraan, Asy-Syaikh tidak tinggal
lagi di Sokaraja, tetapi menetap di Kedung Paruk bersama ibundanya, Nyai
Zainab. Perlu diketahui, Asy-Syaikh Abdul Malik sering sekali membawa
jemaah haji Indonesia asal Banyumas dengan menjadi pembimbing dan
syaikh. Mereka bekerjasama dengan Asy-Syaikh Mathar Mekkah, dan
aktivitas itu dilakukan dalam rentang waktu yang cukup lama.Sehingga
wajarlah kalau selama menetap di Mekkah, ia memperdalam lagi ilmu-ilmu
agama dengan para ulama dan syaikh yang ada di sana. Berkat keluasan dan
kedalaman ilmunya, Syaikh Abdul Malik pernah memperoleh dua anugrah
yakni pernah diangkat menjadi Wakil Mufti Madzab Syafi’i di Mekkah dan
juga diberi kesempatan untuk mengajar. Pemerintah Saudi sendiri sempat
memberikan hadiah berupa sebuah rumah tinggal yang terletak di sekitar
Masjidil Haram atau tepatnya di dekat Jabal Qubes. Anugrah yang sangat
agung ini diberikan oleh Pemerintah Saudi hanya kepada para ulama yang
telah memperoleh gelar Al-‘Allamah.Syaikh Ma’shum (Lasem, Rembang)
setiap berkunjung ke Purwokerto, seringkali menyempatkan diri singgah di
rumah Asy-Syaikh Abdul Malik dan mengaji kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah
Ibnu Malik secara tabarrukan (meminta barakah) kepada Asy-Syaikh Abdul
Malik. Demikian pula dengan Mbah Dimyathi (Comal, Pemalang), KH Khalil
(Sirampog, Brebes), KH Anshori (Linggapura, Brebes), KH Nuh (Pageraji,
Banyumas) yang merupakan kiai-kiai yang hafal Al-Qur’an, mereka kerap
sekali belajar ilmu Al-Qur’an kepada Syaikh Abdul Malik.Kehidupan Syaikh
Abdul Malik sangat sederhana, di samping itu ia juga sangat santun dan
ramah kepada siapa saja. Beliau juga gemar sekali melakukan
silaturrahiem kepada murid-muridnya yang miskin. Baik mereka yang
tinggal di Kedung Paruk maupun di desa-desa sekitarnya seperti Ledug,
Pliken, Sokaraja, dukuhwaluh, Bojong dan lain-lain.Hampir setiap hari
Selasa pagi, dengan kendaraan sepeda, naik becak atau dokar, Syaikh
Abdul Malik mengunjungi murid-muridnya untuk membagi-bagikan beras, uang
dan terkadang pakaian sambil mengingatkan kepada mereka untuk datang
pada acara pengajian Selasanan (Forum silaturrahiem para pengikut
Thariqah An-Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah Kedung paruk yang diadakan
setiap hari Selasa dan diisi dengan pengajian dan
tawajjuhan).Murid-murid dari Syaikh Abdul Malik diantaranya KH Abdul
Qadir, Kiai Sa’id, KH Muhammad Ilyas Noor (mursyid Thariqah
An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah sekarang), KH Sahlan (Pekalongan), Drs
Ali Abu Bakar Bashalah (Yogyakarta), KH Hisyam Zaini (Jakarta), Habib
Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), KH Ma’shum (Purwokerto)
dan lain-lain.Sebagaimana diungkapkan oleh murid beliau, yakni Habib
Luthfi bin Yahya, Syaikh Abdul Malik tidak pernah menulis satu karya
pun. “Karya-karya Al-Alamah Syaikh Abdul Malik adalah karya-karya yang
dapat berjalan, yakni murid-murid beliau, baik dari kalangan kyai, ulama
maupun shalihin.”Diantara warisan beliau yang sampai sekarang masih
menjadi amalan yang dibaca bagi para pengikut thariqah adalah buku
kumpulan shalawat yang beliau himpun sendiri, yaitu Al-Miftah
al-Maqashid li-ahli at-Tauhid fi ash-Shalah ‘ala babillah al-Hamid
al-majid Sayyidina Muhammad al-Fatih li-jami’i asy-Syada’id.”Shalawat
ini diperolehnya di Madinah dari Sayyid Ahmad bin Muhammad Ridhwani
Al-Madani. Konon, shalawat ini memiliki manfaat yang sangat banyak,
diantaranya bila dibaca, maka pahalanya sama seperti membaca kitab
Dala’ilu al-Khairat sebanyak seratus sepuluh kali, dapat digunakan untuk
menolak bencana dan dijauhkan dari siksa neraka.Syaikh Abdul Malik
wafat pada hari Kamis, 2 Jumadil Akhir 1400 H (17 April 1980) dan
dimakamkan keesokan harinya lepas shalat Ashar di belakang masjid
Baha’ul Haq wa Dhiya’uddin, Kedung Paruk Purwokerto.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar