Pages

Minggu, 25 November 2012

Fatimah R. A

1. Segala puji bagi Allah atas semua karunia-Nya Dan bagi-Nya rasa syukur atas segala pemberian-Nya.   
    Dan juga segala pujian atas nikmat-nikmat –Nya yang berlimpah –limpah serta kesempurnaan dari segala 
    nikmat-Nya yang tak terhitung. Dia menganjurkan untuk selalu bersyukur guna menambah nikmat-
    nikmat-Nya. Dan memerintah para makhluk untuk memuji-Nya atas segala karunia dan pemberian-Nya 
    serta menganjurkan melakukan kebaikan.

2. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah , Yang Esa dan tidak bersekutu. Suatu kalimat yang keikhlaskan menjadi tumpuannya. Yang akan menerangkan hati serta meletakkan di tempatnya. Dan menyinari akal pikiran pengucapnya. Mata tidak mungkin dapat memandang-Nya dan tidak pula angan-angan mampu mengetahui bentuk-Nya..
3. Allah menciptakan segala sesuatu bukan dari sesuatu yang sebelumnya dan membentuk bukan dari percontohan yang ditirunya. Ia mengadakan dengan Qudrah-Nya dan menciptakannya dengan Iradah-Nya bukan karena ia butuh kepada apa yang diciptakan-Nya dan bukan karena mencari keuntungan ( faedah ) apapun dari apa yang diciptakan-Nya, kecuali agar terpancar kebijaksanaan-Nya sebagai rangsangan untuk mentaati-Nya serta untuk menampakkan kekuasaan-Nya. Dan sebagai jalan penyembahan atas-Nya Yang Esa. Serta pengokohan terhadap panggilan-Nya
4. Allah jadikan ( siapkan) pahala atas ketaatan pada-Nya, dan siksa atas pelanggar ( bermaksiat ) kepada-Nya, sebagai penghalau bagi hamba-hamba-Nya dari murka Allah, dan perangsang bagi mereka yang ingin ke surga..
5. Aku bersaksi bahwa ayahku ( Nabi Muhammad saww ) adalah hamba-Nya dan pesuruh-Nya, yang dipilih sebelum diutus, dan disebut namanya sebelum diciptakan, serta disucikan sebelum diutus, dikala para makhluk masih berada dialam ghaib serta terjaga dengan penjagaan yang kokoh. Yang akan menuju kepada ketiadaan dan sebagai pengetahuan dari Allah atas segala perkara yang mencangkup kejadian di segala zaman serta sebagai pengetahuan dari apa yang telah digariskan. Allah mengutusnya saww sebagai penyempurna dari perintah-Nya agar terlaksana ketentuan hokum-Nya dan agar terjadi apa yang di tentukan-Nya..
6. Allah melihat umat manusia berpuak-puak dalam agama mereka. Ada yang menyembah api, patung, Dan ada pula yang ingkar kepada Allah padahal mereka dalam pengertian akan keingkarannya. Lalu Allah menerangi mereka dari segala kegelapan melalui ayahku Muhammad saww. Dan menyingkap kekotoran hati hingga hilanglah debu yang menutupi mata-mata mereka.
7. Ayahku Muhammad saww memberi petunjuk kepada seluruh manusia dan mengangkat mereka dari jurang kesesatan. Serta menyadarkan mereka dari kebutaan hati, membimbing mereka dan menunjukkan mereka kepada jalan yang lurus ( Shirat Al-Mustaqim ) .
8. Kalian wahai hamba Allah adalah sasaran perintah dan larangan-Nya, pemikul agama dan wahyu-Nya, sebagai pengemban amanat Allah terhadap diri kalian sendiri dan penyampai ajaran-Nya kepada seluruh umat.
9. Ketahuilah wahai hamba Allah !. Bukti kebenaran-Nya yaitu janji yang disajikan kepada kalian dan warisan yang ditinggalkan bagi kalian adalah kitab Allah yang berbicara. Al-Quran yang benar, cahaya yang bersinar dan berkilauan. Terang bukti-buktinya, terungkap segala rahasia yang dikandungnya, sangat jelas dhahirnya dan orang selalu iri akan keagungan para pengikutnya.
10. ( Ia adalah ) kitab Allah…..Mengikuti ( tuntunannya ) akan memandu kejalan keridhaan, mendengarnya akan menyampaikan ( mengantar ) ke arah keselamatan. Dengannya akan dapat diraih hujjah-hujjah ( bakti-bakti ) Allah yang terang benderang , perintah-perintah-Nya yang jelas. Larangan-Nya yang harus dijaga, keterangan-Nya yang gamblang dan bukti-bukti-Nya yang memadai, sunnah yang dianjurkan, keringanan yang diberikan dan syariat-syariat-Nya yang di wajibkan.
11. Maka Allah jadikan keimanan sebagai penyuci kalian dari syirik.
12. Dan ( Allah jadikan ) shalat sebagai pembersih bagi kamu dari sifat sombong.
13. Dan ( Allah jadikan ) zakat sebagai penyucian diri dari demi pengembang rizki.
14. Dan ( Allah jadikan ) puasa sebagai pengokoh keikhlasan.
15. Dan ( Allah jadikan ) haji sebagai penegak agama.
16. Serta menjadikan keadilan sebagai keteraturan dan ketenangan untuk hati.
17. Dan ( Allah jadikan ) ketaatan kepada kita ( Ahlul Bait a.s ) sebagai peraturan dalam agama dan keimamahan kita sebagai pengaman dari perpecahan.
18. Dan ( Allah jadikan ) jihad sebagai kemuliaan bagi Islam dan sebagai kehinaan bagi kekafiran dan kemunafikan.
19. Dan ( Allah jadikan ) kesabaran sebagai pembantu seseorang dalam meraih pahala.
20. Dan ( Allah jadikan ) ammar ma’ruf ( menyuruh dalam kebaikan ) dan nahi munkar ( menegah kejahatan ) sebagai cara kebaikan untuk masyarakat umum.
21. Dan ( Allah jadikan ) bakti kepada kedua orang tua sebagai penjaga dari amarah-murka-Nya.
22. Dan ( Allah jadikan ) menyambung tali rahim ( silaturahmi ) sebagai sarana penambah umur.
23. Dan ( Allah jadikan ) qishar ( pembalasan yang sepandan ) sebagai pencegah pertumpahan darah.
24. Dan ( Allah jadikan ) penunaian janji ( nadzar ) sebagai penyebab ampunan.
25. Dan ( Allah menjadikan perintah ) menyempurnakan timbangan ( dalam jual beli ) untuk meniadakan penganiayaan / penipuan.
26. Dan ( Allah ) melarang meminum khamer sebagai pembersih dari rijs ( hal-hal keji ).
27. Dan ( Allah memerintah ) untuk menjauhi menuduh ( zina ) tanpa dasar sebagai tabir penyelamat dari kutukan.
28. Dan ( Allah ) melarang pencurian agar terjaga harga dirinya.
29. Dan pengharaman syirik sebagai pemurnian sifat ke-Tuhanan-Nya ( rabubiyah ).
30. Allah SWT berfirman : “ Sesungguhnya telah dating kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin” ( At-Taubah 128 ) . andai kalian mau mengagungkan dan mengenalnya, niscaya kalian dapatkan bahwa beliau adalah ayahku, bukan ayah bagi istri-istri kalian dan saudara anak pamanku ( Ali bin Abi Thalib a.s. ). Alangkah nikmatnya pemberi kemuliaan ini ( Allah SWT ).Lalu beliau ( Rasulullah ) menyampaikan risalah dan berdakwah dengan tegas untuk memberi peringatan, jauh dari jalan orang musyirikin, penghancur argumentasi dan menimpakan atas mereka kesusahan. Dan mengajak kejalan Tuhannya dengan hikmah dan nasihat yang baik, penghancur segala berhala, memukul kepala mereka hingga hancurlah kelompok mereka dan lari tunggang langgang, hingga jelas antara malam dan siang dan munculah kebenaran dari tempatnya. ( menampakan kemurniannya ) dan bersuaralah bukti agama serta bungkamlah suara-suara syetan dan tumbanglah penganut kemunafikan dan pudarlah ikatan ( kesatuan ) kekafiran dan perpeahan.
31. Kalian berada di pinggir jurang api neraka,menjadi pemabuk, rakus serta bergegas dalam kejelekan, kehormatan kalian terinjak-injak, sementara kalian belum beralas kaki dan hanya memakan dendeng,kalian hina, rendah dan selalu ketakutan akan diserang orang sekitar kalian. Keadaan ini berlangsung terus hingga Allah mengutus ayahku Muhamammad saww ke tengah-tengah kalian. Tiba-tiba dalam waktu sekejab kalian berubah menjadi pendusta , hina dan tercela, dan ahli kitab pun telah membuat makar namun setiap kali mereka menyalakan api peperangan, allah SWT memadamkannya.
32. Berkata Hasan bin Ali bin Abi Thalib a.s. : Di malam jum’at aku melihat ibuku berada di dalam mihrob sedang ruku’ dan sujud hingga hampir datang waktu subuh dan kudengar beliau berdoa untuk kaum mukminin dan mukminat dan menyebut nama-nama mereka serta memperbanyak doa untuk mereka, namun tidak berdoa untuk dirinya sendiri, lalu akau bertanya padanya : Wahai ibunda, mengapa tidak kudengar engkau berdoa untuk dirimu sebagaimana untuk orang lain ?. Beliau menjawab : Wahai anakku, utamakan tetangga terlebih dahulu baru diri kita ( yang menghuni rumah ).
33. Nabi Muhamammad saww bertanya pada Fatimah A-Zahra a.s : “ Apa yang terbaik bagi wanita ? “. Beliau menjawab : “ Yaitu hendaknya ia tidak melihat lelaki lain tidak dilihat lelaki lain.
34. Seorang wanita datang kepada Fathimah Az-Zahra a.s dan berkata : aku mempunyai seorang ibu telah lemah dan kadang ia telah lalai akan shalatnya dan kini ibuku menyuruhku bertanya padamu.. Fathimah a.s menjawabnya, kemudian wanita itu bertanya lagi tentang masalah lain dan beliau menjawabnya kemudian wanita itu bertanya lagi hingga sepuluh pertanyaan, seluruhnya telah di jawabnya. Perempuan itersebut merasa malu karena banyak bertanya, lalu ia berkata : Aku tidak ingin memberatkanmu wahai putrid Rasulullah, beliau menjawab : Kemarilah dan tanyalah apapun yang engkau maukan. Bagaimana menurutmu kalau ada seorang yang diberi upah seratus dinar emas untuk mengangkat suatu beban ke gedung yang bertingkat, adakah dia merasa keberatan ? Lalu ia berkata : Tentu tidak, Fathimah a.s melanjutkan : Untuk setiap permasalahan yang engkau tanyakan kepadaku, aku diberi pahala berupa permata yang banyaknya melebihi langit dan bumi, maka sudah sepantasnya aku tidak merasa keberatan.
35. Ya Allah ! Hinakan diriku dalam pandanganku dan agungkanlah diri-Mu dalam sanubariku,. Ilhamkanlah padaku ketaatan kepada-Mu dalam mengerjakan apa-apa yang meridhakan-Mu dan menjauhi apa-apa yang memarahkan-Mu wahai Dzat yang Maha Pengasih lagi Penyayang.
36. Ya Allah ! Berilah diriku kepuasan dengan rizki yang Engkau berikan,tutupi aibku dan berilah kesehatan padaku selama aku masih hidup. Dan ampuni serta rahmati diriku saat Engkau ambil ajalku. Ya Allah ! Janganlah Engkau sulitkan diriku dengan mencari sesuatu yang tidak takdirkan untukku dan permudahkanlah apa-apa yang Engkau takdirkan untukku.
37. Ya Allah ! Berilah balasan kebaikan untuk kedua orang tuaku dan semua orang yang telah menolongku. Ya Allah ! Jadikanlah aku berkonsentrasi penuh untuk sesuatu yang karena Engkau ciptakan aku. Dan jangan Engkau sibukkan aku dengan sesuatu yang sudah Engkau jamin untukku.. Serta jangan Engkau azab diriku sedang aku memohon ampun-Mu. Dan jangan Engkau halangi aku dari nikmat yang selalu kumohon kepada-Mu.
38. Syair yang beliau gubah untuk meratapi kepergiaan Rasulullah saww. Tahukah kalian apa yang diperoleh oleh orang yang pernah mencium semerbak harumnya tanah ( kubur ) Akhmad ( Rasulullah ). Dia tidak akan pernah merasakan kesulitan selama hidupnya. Namun kini ( setelah kematiannya ) aku ditimpa oleh berbagai masalah. Yang jika ditimpakan kepada siang, niscaya siang akan berubah menjadi malam.
39. Untuk langit mulai kelam. Sementara cahaya matahari mulai redup dan gulita. Bumipun menderita setelah kepergian Nabi, dan merasakan kesedihan yang amat dalam. Semua penjuru menangisi kepergiannya dan sepantasnya Bani Mudhar penduduk Yaman semuanya menangisinya. Gunung yang kekar juga menangisi beliau yang dermawan. Ka’bah yang bertabir dan berpilar meratapinya. Wahai penutup para nabi yang penuh barakah yang cahayanya berkilauan. Semogalah shalawat dari yang menurunkan Al-Quran selalu tercurah atasmu.
40. Sungguh setelah kepergianmu banyak berita dan perkara dahsyat yang terjadi. Andai Engkau hadir menyaksikannya tentu tidak akan banyak bencana. Kami kehilangan dirimu. Laksana bumi kehilangan hujan yang mengguyurnya, kaummu merusaknya. Maka saksikanlah perbuatan mereka dan jangan sampai anda tidak tahu ( alpa ).

Amal lahiriyah adalah seperti kerangka, sedangkan ruuhnya adalah adanya ikhlas di dalamnya.

               Amal lahiriyah adalah seperti kerangka, sedangkan ruuhnya adalah adanya ikhlas di dalamnya.Amal lahiriah diumpamakan seperti kerangka yang tidak memiliki ruh, maka tidaklah ada manfaatnya. Adapun ruh dari amal sehingga amal tersebut menjadi hidup adalah adanya sirri /tersembunyinya ikhlas di dalam amal.Maka ikhlas itu berbeda-beda menurut berbeda-bedanya maqam dan tingkatan yang dimiliki seseorang. Apabila termasuk golongan abrar, maka keikhlasannya adalah selamatnya amal mereka dari riya’ yang tersembunyi maupun yang terang-terangan dimana semua itu adalah bagian dari tuntutan hawa nafsu. Maka hamba yang ikhlas adalah tidak beramal melainkan hanya karena Allah Ta’ala, mencari apa yang dijanjikan oleh Allah Ta’ala bagi orang – orang yang ikhlas yaitu pahala yang baik dan tempat yang baik di akhirat nanti, dan lari dari apa yang diancamkan oleh Allah Ta’ala bagi orang-orang yang tidak ikhlas dalam beramal yaitu azab yang pedih dan buruknya perhitungan/hisab. Yang demikian ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala “Iyya-Ka na’budu” -“Kepada-Mu lah kami menyembah”. 
              Maksudnya tidaklah sekali-kali kami menyembah selain hanya kepada-Mu, dan sekali-kali tidaklah kami menyekutukan-Mu dengan selain-Mu dalam ibadah kami. Kemudian ikhlasnya muhibbiin, muqarrabiin dan ‘arifiin, yaitu beramal karena Allah Ta’ala, karena mengagungkan dan memuliakan-Nya karena sesungguhnya Allah Ta’ala yang berhak dari yang demikian ini. Bukan karena mengharapkan pahala ataupun karena takut siksa-Nya. Oleh karena itu telah berkata Rabi’ah al’Adawiyah, “Tidaklah aku menyembah-Mu karena takut kepada neraka-Mu dan tidak pula karena menginginkan surga-Mu.”Ikhlas yang demikian ini telah melampaui daripada memandang kepada diri sendiri dalam hal kekuatan dan kemampuan beramal. Pandangannya hanya tertuju pada Al-Haq baik dalam gerak maupun diam mereka tanpa melihat pada adanya kemampuan dan kekuatan dari diri mereka sendiri. Maka tidaklah mereka beramal melainkan biLlah (dengan pertolongan Allah Ta’ala) tidak dengan kemampuan dan kekuatan mereka. Dan yang ini lebih tinggi tingkatannya dari yang sebelumnya.
                Orang yang memiliki jalan ini sesungguhnya telah berjalan pada jalan tauhid dan yakin, dan selaras dengan firman Allah Ta’ala, “Iyya-Ka nasta’iin”. “Hanya kepada-Mu lah kami meminta pertolongan”. Artinya tiada pertolongan kepada amal melainkan hanya dengan pertolongan Allah Ta’ala, tidakdengan kekuatan dan kemampuan diri sendiri.Oleh karena itu amal yang pertama disebut dengan amal liLlah dan yang kedua amal biLlah. Amal liLlah menyebabkan pahala, sedangkan amal biLlah menyebabkan kedekatan dengan Allah Ta’ala. Amal liLlah menyebabkan benarnya ibadah, sedang amal biLlah menyebabkan bersihnya iradah . Amal liLlah merupakan sikap ahli ibadah, sedang amal biLlah adalah sikap para pendamba. Amal liLlah menegakkan dzahiriyah sedangkan amal biLlah menegakkan bathin. Inilah ibarat yang disampaikan imam Abil Qasim Al-Qusyairi RA.Maka keikhlasan seorang hamba adalah ruh dari amalnya. Dengan adanya ruuh itu akan menjadi hiduplah amal. Dan dengan ikhlas menjadi tanda diterimanya amal serta sebaliknya dengan hilangnya ikhlas maka itu tanda kematian dan gugurnya amal sehingga jadilah amal itu seperti bangkai tak bernyawa. Telah berkata sebagian ulama, “Betulkan amalmu dengan ikhlas, dan berulkan ikhlasmu dengan melepaskan diri dari perasaan mampu dan kuat dalam beramal.

Amal dhahir selamanya mengikuti keadaan bathin

              Bermacam-macam amal (yang dilakukan hamba Allah) disebabkan berbeda-bedanya warid (kondisi/suasana hati yang diberikan Allah kepada hambanya).
Yang dimaksud warid adalah keadaan atau suasana hati yang mendorong kepada melakukan amal perbuatan. Dan terkadang disebut pula hal demikian ini dengan istilah al-haal.            

              Terkadang kita melihat ada seorang murid rajin mengerjakan shalat, dan sebagian lainnya sibuk dengan mengerjakan puasa, yang demikian ini karena warid dari Allah menarik orang untuk condong mengerjakan sesuatu amal tertentu. Oleh karena itu diutamakan bagi setiap orang untuk beramal sesuai dengan warid atau feeling yang datang ke dalam hati mereka, pabila ia tidak mendapatkan bimbingan dari Syaikh atau guru spiritual yang membimbingnya. Akan tetapi apabila ia dibawah bimbingan syaikh, maka janganlah ia menyibukkan diri terhadap sesuatu amalan apapun tanpa izin dan restu syaikhnya.
 

                   Dan kesimpulan dari semua ini adalah bahwa berbeda-beda amal yang dilakukan oleh para murid yang shidiq semua itu tumbuh dari adanya perbedaan warid yang datang di dalam hati mereka. Maka sudah seharusnya mereka melakukan amal yang sesuai dengan warid yang datang kepada mereka dengan syarat sebagaimana yang disebutkan di atas, dan tidak melakukan amal yang tidak sesuai dengan warid yang datang kepada mereka.
                   Selanjutnya dapat dikatakan pula bahwa yang dimaksud warid adalah keadaan yang datang di dalam hati dari beberapa macam ma’arif Rabbaniyah (pengetahuan hal ketuhanan) dan asrar ruhaniyah (rahasia ruhani) yang menyebabkan hati merasakan beberapa keadaan yang mendorong melakukan amal yang baik. Diantara warid ada yang menyebabkan haibah dan ada pula warid yang menyebabkan hati merasa selalu mengalir bersama taqdir Allah, dan sebagian lagi warid yang menyebabkan al-qabdu (hati tergenggam oleh taqdir Allah) sehingga hati menjadi sempit dan tidak berdaya di bawah genggaman kekuasaan Ilahi, sebagian lagi ada pulan warid yang menyebabkan al-basthu (kelapangan dan keluasan hati, sehingga hati merasakan kepuasan, kebebasan dan kemerdekaan yang hakiki) dan lain sebagainya dari bermacam-macam ahwal / keadaan. Dan karena warid yang bermacam-macam, maka amal yang bersesuaian dengan warid tersebut juga berbeda-beda pula. Dan amal dhahiriyah selamanya selalu mengikuti kondisi keadaan bathiniyah hati.

Jangan sedih karena sedikit amal



ادْافتح لك وجهة من التعرف فلاتبال معهاان قل عملك. فانه مافتحهالك الاوهويريدان يتعرف اليك.
الم تعلم ان التعرف هو مورده عليك والاعمال انت مهديهااليه. واين ما تهديه اليه مما هومورده عليك
APABILA الله TELAH MEMBUKAKAN KEPADAMU JALAN MA’RIFAH MAKA JANGANLAH ENGKAU PEDULIKAN MESKIPUN AMALMU TERASA MASIH SEDIKIT KARENA SESUNGGUHNYA TIDAKLAH الله MEMBUKAKAN JALAN MA’RIFAH KEPADAMU MELAINKAN DIA PULALAH YANG MENGHENDAKI ENGKAU UNTUK MENGENALNYA. TIDAKKAH ENGKAU KETAHUI SESUNGGUHNYA PENGENALANMU TERHADAP-NYA ITULAH YANG الله KEHENDAKI. ADAPUN AMAL IBADAH ADALAH APA YANG ENGKAU PERSEMBAHKAN UNTUK-NYA. DAN TIADALAH BANDINGAN ANTARA APA YANG ENGKAU PERSEMBAHKAN UNTUK-NYA DENGAN APA YANG الله BERIKAN KEPADAMU.

               Bagi seorang salik tidak boleh tidak, di dalam perjalanannya mendekat / taqarub ke hadirat Ilahi haruslah melakukan serangkaian amal ibadah yang banyak agar dapat memutuskan ikatan dengan jeratan hawa nafsu sehingga dapat sampai / wushul ke hadirat Ilahi. Apabila ibadah dilakukan dengan keras dan pada waktu yang lama terkadang timbul rasa malas dan jenuh untuk melakukan berbagai ibadah dan wirid yang telah disusun untuk diamalkannya. Maka dengan kondisi yang seperti ini dapat menyebabkan perasaan sedih dan susah yang bersangatan. Dan terkadang pula terlintas dalam dirinya untuk meninggalkan amalan tersebut secara keseluruhan akan tetapi terkadang dalam kondisi seperti ini malah dia berhasil mendapatkan beberapa macam ma’rifah dari الله Ta’ala. Oleh karena itu syaikh Ibnu Atha’iLlah memberikan petunjuk, bahwa apabila telah dibukakan berbagai macam ma’rifah bagi seseorang (seperti dibukakan baginya jalan dzauq sehingga الله Ta’ala terasa selalu hadir bersamanya atau dibukakan hatinya sehingga ia bisa melihat hakikat dirinya atau ia merasa bahwa sesungguhnya tidak ada yang melakukan segala perbuatan kecuali الله dengan berhasil baginya tajallyul af’al yaitu terlihat baginya bahwa segala perbuatan atau yang mewujudkan semua kejadian adalah الله). oleh karena itu sedikitnya amal tersebut janganlah sampai merisaukan hati, karena tujuan amal ibadah apapun adalah untuk dapat dekat qurb dengan الله. dan terbukanya hal yang tersebut di atas merupakan petunjuk adanya kedekatan dengan HadratiLlah. Maka jadilah ia termasuk seorang yang ahli mencintai الله. dan terkadang sedikitnya amal dikarenakan sakit dapat menyebabkan hati menjadi gelisah. Akan tetapi apabila terbuka baginya beberapa ma’rifah maka akan tahulah ia bahwa yang menurunkan penyakit kepadanya adalah الله, dan terkadang terbuka hatinya dalam memahami bahwa keadaan sakit yang ia alami tersebut lebih baik baginya daripada keadaan ketika sehat. Dan sesungguhnya الله berbuat sesuai kehendak-Nya, maka tiadalah dipedulikan sedikit amal pada keadaan yang demikian.
                             Ma’rifatuLlah Ta’ala adalah puncak pencarian para árifiin, dan akhir segala cita-cita. Apabila الله menunjukkan jalan kepada seorang hamba tentang sebab-sebabnya dan membukakan baginya pintu ma’rifah sehingga hamba tersebut mendapatkan ketenangan dan ketentraman di dalamnya, maka yang demikian ini adalah sebagian dari ni’mat yang sangat besar baginya. Oleh karena itu hendaklah jangan terlalu larut dalam kesedihan yang disebabkan tertinggalnya beberapa amal kebajikan (bukan berarti meninggalkan amal itu lebih baik dari pada mengerjakannya) dan hendaknya ia mengerti bahwa ia sesungguhnya telah mulai berjalan pada jalan orang-orang khawas, jalan orang yang dekat dengan الله yang diseru oleh الله pada hakikat tauhid dan yaqin tanpa campur tangan upaya dari hamba الله.
Adapun amal seorang hamba dimana memang seharusnya dilakukan, maka sesungguhnya amal itu sendiri tidak dapat lepas dari beberapa bahaya dengan adanya tuntutan ikhlash di dalamnya. Dan terkadang tidak dapat menghasilkan pahala-apapun di hadapan Dzat Yang Maha Menghitung.
Demikian pula perumpamaan keadaan ini adalah sebagaimana orang tertimpa bala dan ujian yang berat dari الله sehingga menghilangkan rasa kelezatan duniawi dimana hal ini dapat menghalanginya dari berbuat banyak amal kebajikan. Karena sesungguhnya yang ia kehendaki sebenarnya adalah abadi di dunia dengan kehidupan yang baik dan serba ni’mat. Sedangkan keadaannya yang serba kesulitan sehingga dalam menggapai pahala akhirat tidaklah mampu menandingi orang yang serba kecukupan karena mereka serba mudah dalam melakukan amal kebajikan. Oleh karena itu janganlah merasa rendah diri karena amal yang sedikit dalam kondisi yang serba minim.
                       Telah diriwayatkan sesungguhnya الله Ta’ala telah memberikan wahyu kepada sebagian Nabi-Nya, “Sesungguhnya Aku telah menurunkan bala’ (cobaan) kepada hamba-Ku namun mereka berdoa agar terlepas darinya. Maka tidak Aku kabulkan do’a mereka sehingga mereka mengadukan-Ku, maka Aku katakan kepada mereka,’Hamba-Ku…, bagaimana Aku bisa mengasihimu, tidak dengan sesuatu yang dengannya Aku mengasihimu’.
                        Demikian pula pada hadits Abi Hurairah RA bahwa RasuluLlah SAW bersabda, bahwa الله Ta’ala berfirman, “Apabila Aku memberi cobaan kepada hambaku yang mukmin kemudian ia tidak mengadukan-Ku kepada orang lain maka akan Aku ganti dagingnya dengan daging yang lebih baik daripada dagingnya, dan akan Aku ganti darahnya dengan yang lebih baik dari pada darahnya yang sekarang.”
Telah berkata Abu Muhammad bin ‘Aly At-Tirmidzy RA, “sesungguhnya dahulu aku pernah mengalami sakit yang cukup parah beberapa hari. Dak ketika الله telah menyembuhkanku, maka aku membuat perbandingan dengan ibadah jin dan manusia dengan ibadah yang aku lewati ketika aku menderita sakit, maka aku berkata dalam diriku, ‘jika aku disuruh memilih diantara pahala ketika aku menderita sakit dengan ibadah jin dan manusia, maka condonglah pilihanku dan pastilah keyakinanku dan mantaplah keyakinanku bahwa pilihan الله (dengan memberi sakit) lebih baik dan lebih mulia dan lebih besar manfaatnya pada kesudahannya, yaitu pemberian sakit.
                        Maka inilah yang dimaksud الله memberikan pemahaman kepada hamba-Nya. Oleh karena itu apabila الله memberikan ujian kepada hamba-Nya hendaklah hamba tersebut menyadari bahwa semua itu adalah pilihan الله untuk kebaikan bagi hamba-Nya baik di dunia maupun di akhirat.
                        Sebuah hikayat yang diceritakan oleh Abu Al-Abbas bin Al-‘Ariif rahumahumuLlah di dalam kitabnya minhaajus suluuki thariiqil iraadah, dikisahkan bahwa sesungguhnya الله pernah mema’murkan Islam di daerah Maghribi (daerah barat) melalui seseorang yang terkenal dengan nama Abil Khiyaar RahimahuLlah. Semoga الله memebri manfaat yang banyak kepada kita karena berkah beliau. Beliau berasal dari Suqlaih dan negerinya adalah Baghdad. Beliau hidup sampai melewati usia 90 tahun, selama itu beliau dalam keadaan berstatus sebagai budak yang tidak dibebaskan oleh tuannya. Jasad/tubuhnya dipenuhi oleh penyakit judzam akan tetapi dari kejauhan tercium bau minyak wangi misik dari tubuh beliau. Shaibul hikayat menceritakan “aku pernah melihat beliau melakukan shalat di atas air. Kemudian setelah itu saya bertemu dengan Muhammad Al-Asfanajiy dan aku dapati beliau dipenuhi penyakit baras (belang) pada seluruh tubuhnya. Maka aku berkata kepada beliau, ‘Wahai tuanku, sepertinya الله tidak memperoleh tempat untuk menurunkan bala’-Nya kepada musuh-musuh-Nya sehingga menurunkannya kepada kalian semua sedangkan kalian semua adalah para kekasih-Nya’”. Maka beliau berkata kepadaku, “diamlah dan jangan berkata seperti itu. Sesungguhnya apabila الله memuliakan kita dengan perbendaharaan pemberian-Nya maka kami tidak mendapati sesuatu yang lebih mulia dan lebih mendekatkan diri di sisi الله selain bala’ , maka kami meminta kepada-Nya.                          
                   Maka bagaimanakah pendapatmu jika engkau melihat السيد الزهاد (pemimpin para zahid) dan quthbul Ibad dan Imamul Aulia – Imamnya para wali dan para autad yang tinggal di dalam sebuah gua di pegunungan Thurtus, dagingnya seakan bercerai berai, dan kulitnya mengalirkan nanah sehingga dikerumuni lalat dan semut. Apabila datang waktu malam hatinya tidak puas-puasnya ia berdzikir kepada الله dan mensyukuri atas rahmat yang telah diberikan kepadanya dan ia menganggap semua itu adalah keselamatan yang diberikan الله untuknya hingga ia mengikat dirinya pada sebatang besi menghadap qiblat pada seluruh malam yang dilaluinya sampai terbit fajar……



Sumber : Kitab Syarah al-Hikam

Tiada keraguan terhadap janji Allah

           JANGAN SAMPAI MEMBUATMU RAGU TERHADAP JANJI ALLAH Yang dijanjikan kepadamu oleh Tuhanmu melalui mimpi dalam tidurmu, atau melalui kalam Malaikat atau melalui ilham APABILA TIDAK TERWUJUD APA YANG TELAH DIJANJIKAN, MESKIPUN TELAH JELAS DITETAPKAN WAKTUNYA (OLEH ALLAH), SUPAYA KERAGUAN ITU TIDAK MERUSAKKAN MATA HATI KAMU DAN TIDAK MEMADAMKAN CAHAYA SIR (RAHSIA ATAU BATIN) KAMU.

             Apabila seseorang telah dijanjikan sesuatu oleh Tuhannya dan telah dijelaskan pula waktu datangnya janji tersebut, kemudian janji itu tidak terjadi sesuai dengan yang ia ketahui, maka jangan sampai hal yang demikian ini menyebabkan keraguan terhadap janji Tuhan. Bisa jadi terwujudnya janji tersebut masih bergantung dengan beberapa sebab dan beberapa syarat menurut hikmah, ilmu, dan kehendak serta pilihan Allah. Dan hal seperti ini yang dialami sebagian aulia yang mendapatkan berita bahwa akan terjadi sesuatu pada tahun ini. Kemudian hal tersebut tidak terjadi. Maka keadaan ini tetap tidak menyebabkan keraguan dan tetap yakin akan terjadinya apa yang dijanjikan, akan tetapi disikapi dengan meneliti keadaan dirinya dan semakin meningkatkan adab di hadapan Tuhannya, dan hatinya tetap mantap dengan janji itu dan tidak meraguinya. 
         
           Demikian pula tidak goyah i’tikadnya . oleh karena itu barang siapa yang mampu bersikap demikian, sesungguhnya ia telah ‘aarifun biLlah (mengerti Tuhannya), selamat bashirahnya, bersinar sirrnya. Apabila tidak, maka keadannya adalah sebaliknya. Al-Haqq SWT tidaklah mengingkari janji. Maka seharusnya bagi seorang hamba mengetahui posisi dan keadaan dirinya serta ber adab di hadapan Tuhannya dan hatinya tetap mantap dan tenang dengan janji Allah serta tidak ragu-ragu sedikitpun.

Tiada doa yang tertolak



لاتكن تأخر امد العطاء مع الالحاح فى الدعاء موجبا ليأسك فهو ضمن لك الاجابة فيما يختار لك لافيما تختار لنفسك, فى الوقت الذى يريد لافي الوقت الذى تريد
JANGANLAH KARANA KELAMBATAN MASA PEMBERIAN TUHAN KEPADA KAMU, PADAHAL KAMU TELAH BERSUNGGUH-SUNGGUH DALAM BERDOA, MEMBUAT KAMU BERPUTUS ASA, SEBAB الله MENJAMIN UNTUK MENERIMA SEMUA DOA, MENURUT APA YANG DIPILIH-NYA UNTUK KAMU, TIDAK MENURUT KEHENDAK KAMU, DAN PADA WAKTU YANG DITENTUKAN-NYA, TIDAK PADA WAKTU YANG KAMU TENTUKAN.
Hukum yang berlaku bagi seorang hamba adalah jika ia tidak menentukan pilihan untuk dirinya dan tidak menentukan suatu keadaan dari beberapa keadaan yang ia anggap baik bagi dirinya di hadapan Tuhannya, karena pada hakekatnya ia sama sekali tidak mengetahui apa yang baik bagi dirinya di hadapan Tuhannya. Terkadang ia membenci sesuatu padahal itu baik baginya. Dan terkadang ia mencintai sesuatu padahal itu buruk baginya.
Telah berkata Sayyidy Syaikh Aby’l Hasan Asy-Syadzily RA , “Janganlah engkau memilih sesuatu dalam hal urusanmu, dan memilihlah untuk tidak memilih. Dan larilah dari pilihan itu dan dari larimu dari pilihan itu kepada الله Azza WaJalla. Dan Tuhanmu telah menciptakan segala sesuatu dan memilihnya.
Telah datang seseorang menghadap Syaikh Abu’l Abbas Al-Mursy RA dan pada saat itu beliau sedang mengalami kesakitan. Maka berkatalah orang tersebut, “Semoga الله menyembuhkanmu wahai tuanku.” Namun Syaikh Abu’l Abbas hanya diam saja dan tidak menjawab. Kemudian untuk beberapa saat orang itu diam. Kemudian orang itu berkata lagi, “Semoga الله memberikan kesentosaan kepada engkau wahai tuanku”. Maka berkatalah Syaikh Abu’l Abbas, ‘Adapun engkau memintakan kepadaku sesentosaan, sesungguhnya aku telah memintanya. Dan keadaan apa yang ada padaku sekarang ini adalah termasuk kesentosaan. Demikianlah RasuluLlah SAW telah meminta keselamatan kepada الله Ta’ala kemudian beliaupun mengalami cedera pada perang khaibar. Dan Sayyidina abu Bakar Ash-Shiddiq RA telah meminta keselamatan kepada الله Ta’ala dan sesudah itu beliau meninggal karena diracun. Dan Sayyidina ‘Umar RA telah meminta keselamatan kepada الله Ta’ala dan setelah itu beliau meninggal karena Tha’un. Dan Sayyidina Utsman RA telah meminta kepada الله Ta’ala keselamatan, namun setelah itu beliau meninggal dalam keadaan tersembelih. Dan Sayyidina ‘Aly RA telah memohon kepada الله Ta’ala keselamatan, dan setelah itu beliau meninggal karena dibunuh. Apabila engkau memohon kepada الله Ta’ala kesentosaan, maka memohonlah kepadanya sekiranya menurut-Nya itu adalah kesentosaan bagimu.
Maka wajib bagi seorang hamba untuk menyerahkan dirinya kepada Tuhannya dengan anggapan bahwa semua kebaikan adalah apa yang dipilihkan untuknya meskipun terkadang pilihan itu tidak sesuai dengan kehendak diri dan hawa nafsunya. Oleh karena itu apabila ia meminta sesuatu yang baik kepada الله Ta’ala maka ia yakin bahwa doanya pasti terijabah. Sebagaimana firman الله Ta’ala,”Telah berkata Tuhanmu, ‘Mintalah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan untukmu’”. Dan telah berfirman pula الله Ta’ala, “Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka katakanlah sesungguhnya Aku itu dekat, Aku mengabulkan permintaan orang yang berdoa apabila ia berdoa
Hadits diriwayatkan dari sahabat Jabir RA berkata, “Aku mendengar RasuluLlah SAW bersabda, ‘Tiada seorang hamba yang berdoa kepada الله Ta’ala melainkan الله Ta’ala memberikan apa yang ia minta, atau dihindarkan dari kejahatan yang sebanding dengan permintaan itu selagi ia tidak meminta suatu perbuatan dosa atau memutuskan silaturahmi”.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik dari RasuluLlah SAW beliau bersabda, “Tiada seorang pun yang berdoa melainkan di kabulkan, atau dihindarkan dari keburukan yang sepadan dengan doanya atau dihilangkan dosanya yang nilainya sepadan dengan apa yang ia minta selagi tidak meminta keburukan atau memutuskan silaturahmi”.
Dengan demikian, terkabulnya doa adalah suatu yang pasti bagi setiap pendo’a sebagaimana janji الله Ta’ala. Adapun bentuknya adalah terserah الله Ta’ala demikian pula waktu keterkabulannya. Dan terkadang tercegahnya pemberian dan tertundanya pemberian adalah merupakan bentuk ijabah dari الله Ta’ala bagi orang yang faham terhadap الله Ta’ala. Maka jadilah hamba itu tidak berputus asa dari kemurahan الله Ta’ala. Apabila ia melihat pencegahan dari الله atau tertundanya pemberian meskipun ia telah bersungguh-sungguh dalam berdoa maka terkadang pemberian itu ditunda untuk diberikan di akhirat kelak dan itu lebih baik baginya. Dan telah datang penjelasan dalam khabar bahwa seorang hamba dibangkitkan pada hari kiyamat kemudian الله Ta’ala berfirman kepadanya, Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu untuk menyampaikan semua hajatmu kepada-Ku ?” maka hamba itu menjawab “Ya, aku telah menyerahkan segala permohonanku kepada-Mu”. Maka berfirmanlah الله Ta’ala, “Tiada sesuatupun yang engkau minta melainkan Aku Ijabah untukmu. Akan tetapi Aku berikan sebagian ketika di dunia dan sebagian lagi tidak aku berikan di dunia namun Aku simpan untukmu di akhirat. Maka sekarang ambilah…..” sehingga hamba itu berkata, “Aduhai seandainya tidak diberikan kepadaku di dunia semua permintaanku”.
Dan sungguh telah datang penjelasan dari RasuluLlah SAW tentang arti cegahan الله dari keterkabulan dengan segera di dalam doa dalam sabda beliau SAW, “Akan di ijabah bagi kamu sekalian selagi tidak tergesa-gesa dan ia berkata aku telah berdo’a akan tetapi tidak di ijabah.”
Telah berdoa Musa dan Harun AS atas kekejaman fir’aun ketika mereka berdoa”. Wahai Tuhanku, hancurkanlah harta benda mereka, dan tutuplah hati mereka sehingga mereka tidak akan beriman kepada-Mu hingga mereka melihat adzab yang pedih”. Kemudian الله Ta’ala memberitahu kepada mereka berdua bahwa الله Ta’ala telah mengabulkan doanya dengan firman-Nya,”Sungguh telah Aku kabulkan doa kamu berdua maka beriastiqamahlah kalian berdua dan janganlah engkau ikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui”. Mereka (para ulama) berkata bahwa waktu antara firman الله Ta’ala Sungguh telah Aku kabulkan... dengan binasanya fir’aun adalah 40 tahun.
Telah berkaa Sayyid Aby’l Hasan Asy-Syadzily RA tentang firman الله Ta’ala “Dan beristiqamahlah kamu berduaartinya adalah jangan tergesa-gesa atas apa yang engkau pinta dan janganlah engkau ikuti jalan orang yang tidak mengetahui. Mereka itu adalah orang yang tergesa-gesa di dalam doa. Dan yang demikian ini dapat menghalangimu dari mendapatkan kemuliaan dan pahala dari الله Ta’ala dari sebab terus menerusnya berdoa seperti mahabbah kepada الله Ta’ala dan ridha kepada-Nya. Dan sungguh telah diriwayatkan dari RasuluLlah SAW bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya الله Ta’ala mencintai orang yang bersungguh-sungguh di dalam doanya. dan telah datang penjelasan di dalam hadits, bahwa JIbril AS berkata, “Wahai Tuhanku hamba-Mu Fulan telah berdoa maka kabulkanlah doanya. Maka berfirman الله Ta’ala, “Biarkanlah ia, sesungguhnya Aku sengang mendengarkan suara doanya”. Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik RA dari RasuliLlah SAW. Dan sesuai dengan kondisi ini adalah penjelasan bahwa sebagian manusia ada yang disegerakan الله Ta’ala dalam mendapatkan apa yang ia pinta karena الله Ta’ala membenci suaranya ketika berdoa.
Telah berkata Abu Muhammad Abdul Aziz Al-Mahdawy RA, “Barang siapa yang di dalam doanya tidak meninggalkan pilihannya dan tidak ridho dengan pilihan tuhannya, maka pada hakekatnya itu adalah istidraj dan ia termasuk orang yang telah dikatakan, “Penuhilah hajatnya karena Aku tidak suka mendengarkan suaranya”. Akan tetapi apabila di dalam doanya disertai berserah diri dengan pilihan الله Ta’ala bukan pilihan hawa nafsunya maka sesungguhnya ia telah terijabah meskipun ia belum diberi.
Sumber : Kitab Syarah al-Hikam

Sebagian tanda Kebutaan Mata Hati

(KESUNGGUHAN KAMU UNTUK MEMPEROLEH APA YANG TELAH DIJAMIN الله UNTUKMU) Yaitu segala sesuatu yang telah الله tanggung seperti rizki sebagai kemurahan الله dan kebaikan-Nya, sebagaimana firman اللهDan berapa banyak segala yang melata di atas bumi tidak membawa rizkinya. الله lah yang memberi rizki kepada mereka, demikian pula rizkimu…” SEDANGKAN KAMU LALAI TERHADAP KEWAJIPAN YANG DIAMANATKAN KEPADAMU) yaitu beberapa amalan ibadah yang menyebabkan kamu sampai kepada-Nya seperti beberapa bacaan dzikir dan shalawat dan lain-lain dari bermacam-macam keta’atan sebagai mana firman الله “Dan tidaklah Aku jadikan Jin dan Manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku. ( yang demikian ini MENUNJUKKAN KEBUTAAN MATA HATIMU).
 
        Sesuatu yang telah ditanggung الله bagi hambanya adalah rizki yang dengan rizki tersebut hamba الله dapat mempertahankan eksistensinya untuk hidup di dunia. Dan arti pertanggungan الله dalam hal rizki hamba-Nya adalah bahwa الله menjamin rizki untuk kelangsungan hidup hamba-Nya dan الله menghendaki hamba tersebut hatinya menjadi lapang serta tidak menanggung beban berat dalam mencarinya, atau hati menjadi susah karenanya. Adapun yang dituntut oleh الله atas hambanya adalah amal ibadah agar hamba tersebut dapat sampai kepada kebahagiaan di akhirat dan dekat dengan الله Ta’ala. Dan yang dimaksudkan ibadah sebagai tuntutan dari الله adalah bahwasanya serangkaian keta’atan tersebut menjadi beban yang harus dilakukan oleh hamba secara bersungguh-sungguh sebagaimana telah diatur dalam syari’at mengenai sebab dan waktunya dan lain sebagainya. Pada sebagian atsar diterangkan firman الله Ta’ala “Wahai hambaKu ta’atlah kepadaKu dan janganlah engkau mengaturKu untuk hal kebaikanmu”.
 
        Telah berkata Ibrahim Al-Khawash, “Ilmu itu kesemuanya terdapat dalam dua kalimat yaitu ‘Jangan engkau bebani diri dengan sesuatu yang telah dijamin, dan jangan sia-siakan sesuatu yang diwajibkan. Oleh karena itu barang siapa yang telah mampu menempati keadaan ini (yaitu bersungguh-sungguh dalam menjalankan kewajiban dan melapangkan hati terhadap sesuatu yang telah ditanggung الله Ta’ala) maka sungguh telah terbukalah mata hatinya dan telah bersinarlah nuurul Haq / cahaya kebenaran di dalam hatinya dan telah berhasilah ia mencapai puncak tujuan. Akan tetapi bagi yang sebaliknya, maka sengguh telah kabur dan butalah mata hatinya.
Adapun pengarang kitab ini rahimahuLlah memberikan istilah Ijtihad (bersungguh-sungguh), hal ini memberikan isyarah bahwa mencari rizki secara wajar dan tidak memforsir diri hanya untuk tujuan duniawi semata adalah tidak terecela dan mubah hukumnya, dan bukan termasuk perkara yang dapat mengeruhkan mata hati. Telah disebutkan dalam kitab Tanwirul Qulub, perihal firman الله Ta’ala, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk melakukan shalat, dan bersungguhlah dalam mengerjakannya. Sesungguhnya Aku tidak meminta rizki darimu akan tetapi Aku lah yang memberimu rizki” Maksud ayat ini adalah “Laksanakanlah pelayanan kepadaKu maka Aku akan melaksanakan pembagian rizki dariKu –Qum bikhidzmatiNa, wa Nahnu Naquumu laka biqismatiNaa.” Di sini terdapat dua perkara, yaitu perkara yang telah dijamin/ditanggung الله maka janganlah engkau sedih karenanya, dan perkara tuntutan الله kepadamu maka jangan di sia-siakan. Oleh karena itu barang siapa yang bersungguh-sungguh atas sesuatu yang telah dijamin sementara ia melalaikan sesuatu yang diwajibkan, maka tampak jelaslah kebodohannya, dan telah meluaslah kelalaiannya.
Bukankah kita telah melihat bahwa الله telah memberi rizki kepada orang yang durhaka kepada-Nya, maka bagaimana mungkin الله tidak memberi rizki kepada hambanya yang ta’at. Jikalau الله telah mengalirkan rizki-Nya kepada orang yang ingkar / kufur kepada-Nya, bagaimana mungkin الله tidak memberi rizki kepada hambanya yang beriman. Bukankah kita sebagai orang mukmin telah mengetahui dengan jelas bahwa dunia telah dijamin bagi kita, dan amal untuk akhirat adalah tuntutan bagi kita. Sebagaimana firman الله,”Watazawwaduu fa inna khaira zaad at-taqwa dan persiapkanlah bekal dan sebaik-baik bekal adalah taqwa”. Sebagian dari mereka (orang-orang shalih) berkata, “Sesungguhnya الله telah menjamin kemaslahatan duniaku dan الله menuntut amal untuk akhiratku. Dan Tidaklah الله menuntut kemaslahatan duniaku dan menjamin akhiratku.”
Sumber : Kitab Syarah al-Hikam

TENANGKAN DIRIMU

TENANGKAN DIRIMU wahai murid DARI TADBIR yaitu dalam urusan duniawimu. Yang dimaksud tadbir adalah seseorang yang menentukan sesuatu atas dirinya mengenahi sesuatu hal / keadaan dimana hal tersebut bersesuaian dengan syahwatnya, kemudian ia mengikutinya dengan beberapa rekayasa dan usaha untuk mendapatkannya. Dan hal yang demikian ini adalah kepayahan yang besar bagi manusia karena terkadang banyak sekali keinginan yang diharapkan akan tetapi sedikit yang di dapat yang sesuai dengan keinginannya. Adapun isyarat kata ARIH NAFSAKA / tenangkan dirimu dimaksudkan bahwa yang harus ditinggalkan adalah usaha yang menyebabkan kepayahan yang sangat. 

Adapun usaha untuk kebutuhan kehidupan sehari-hari dengan tujuan untuk memperkuat ibadah kepada Allah tidaklah tercela. KARENA SESUATU YANG TELAH DIJAMIN BAGIMU OLEH ALLAH (DARI RIZKI) MAKA JANGANLAH KAMU MENGAMBIL ALIH PERAN ITU. Yakni sesungguhnya setiap urusan menjadi lapang apabila sudah ada yang mengerjakan selain dirimu yaitu Allah Ta’ala. Dan apa saja yang telah ditanggung / dikerjakan oleh Selainmu, maka tidak ada faidah keikut sertaanmu dalam peran itu dan apa yang engkau adalah pekerjaan yang sia-sia / fudhul. Apalagi sampai menyebabkan menginggalkan ibadah dan bertentangan dengan hukum Tuhan. Dan seorang murid dijelaskan dalam masalah ini karena apabila la bertawajuh menghadapkan seluruh jiwa raganya kepada Allah dan keadaannya sibuk dengan berbagai wirid thariqah dalam amaliyah sehari-hari, maka pada umumnya akan tertinggallah penghidupannya (menjadi miskin harta benda). 

Maka dalam kondisi seperti ini, datanglah syaitan mendekatinya dan memasukkan rasa was-was/raug-ragu ke dalam hati murid, sehingga ia akan merekayasa sesuatu usaha untuk dirinya dimana apa yang ia bayangkan dan ia angan-angankan kebanyakan tidak pernah akan terjadi. Dan untuk mengobati hal ini adalah dengan memperbanyak dzikir kepada Allah dan memperbanyak riyadhah sehingga syaitan menjauh darinya dan hatinya berhasil menjadi lapang.
Usaha makhluk dalam urusan dunia secara memforsir diri dan penuh rekayasa sebagaimana yang di sebutkan di atas adalah tercela karena pada hakikatnya Allah SWT telah menjamin dan menanggung bagi mereka akan rizki mereka. Dan Allah yang mengatur segalanya. Adapun yang di tuntut oleh Allah dari manusia adalah kelapangan hati dari kesibukan urusan dunia sehingga mereka dapat berkonsentrasi beribadah kepada Allah dan memenuhi kewajiban yang dibebankan kepada mereka. Akan tetapi kebanyakan yang berlaku pada seorang hamba adalah ia membebankan dirinya sendiri untuk sibuk dengan urusan duniawi karena dorongan untuk memenuhi tuntutan hawa nafsu dan syahwat mereka dan sudah pasti yang demikian ini adalah kepayahan yang sangat karena dengan kesibukannya melayani tuntutan syahwat pastilah akan berkurang pelayanannya terhadap Tuhannya. 


Hal demikian ini tentu menyimpang dari kaidah-kaidah penghambaan diri kepada Allah dan berubah menjadi penghambaan diri kepada hawa nafsu dan syahwat.
Kemudian dalam kesungguhan menmcari rizki untuk pemenuhan tuntutan syahwat akan terdapat beberapa bahaya diantaranya meninggalkan ibadah kepada allah, melakukan hal-hal yang menyimpang dari hukum Allah, menyia-nyiakan umur sehingga sedikit ubudiyahnya kepada Allah, dimana hal-hal tersebut sangat dijauhi oleh orang-orang berakal. Syaikh Sahal bin AbdulLah berkata, “ tinggalkanlah tadbir dan ikhtiyar karena sesungguhnya keduanya dapat memperkeruh hati manusia dalam kehidupannya”.
Sayyidy Abu Al-Hasan Asy-Syazily RA berkata, “jika memang tidak boleh tidak / harus bagi dirimu untuk ber tadbir, maka berusahalah untuk tidak bertadbir.

SAHWAT YANG HALUS

اجتهادك فيمن ضمن لك وتقصيرك فيما طلب منك دلليل على انطماس البصيرة منك
(KESUNGGUHAN KAMU UNTUK MEMPEROLEH APA YANG TELAH DIJAMIN الله UNTUKMU) Yaitu segala sesuatu yang telah الله tanggung seperti rizki sebagai kemurahan الله dan kebaikan-Nya, sebagaimana firman اللهDan berapa banyak segala yang melata di atas bumi tidak membawa rizkinya. الله lah yang memberi rizki kepada mereka, demikian pula rizkimu…” SEDANGKAN KAMU LALAI TERHADAP KEWAJIPAN YANG DIAMANATKAN KEPADAMU) yaitu beberapa amalan ibadah yang menyebabkan kamu sampai kepada-Nya seperti beberapa bacaan dzikir dan shalawat dan lain-lain dari bermacam-macam keta’atan sebagai mana firman الله “Dan tidaklah Aku jadikan Jin dan Manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku. ( yang demikian ini MENUNJUKKAN KEBUTAAN MATA HATIMU).
Sesuatu yang telah ditanggung الله bagi hambanya adalah rizki yang dengan rizki tersebut hamba الله dapat mempertahankan eksistensinya untuk hidup di dunia. Dan arti pertanggungan الله dalam hal rizki hamba-Nya adalah bahwa الله menjamin rizki untuk kelangsungan hidup hamba-Nya dan الله menghendaki hamba tersebut hatinya menjadi lapang serta tidak menanggung beban berat dalam mencarinya, atau hati menjadi susah karenanya. Adapun yang dituntut oleh الله atas hambanya adalah amal ibadah agar hamba tersebut dapat sampai kepada kebahagiaan di akhirat dan dekat dengan الله Ta’ala. Dan yang dimaksudkan ibadah sebagai tuntutan dari الله adalah bahwasanya serangkaian keta’atan tersebut menjadi beban yang harus dilakukan oleh hamba secara bersungguh-sungguh sebagaimana telah diatur dalam syari’at mengenai sebab dan waktunya dan lain sebagainya. Pada sebagian atsar diterangkan firman الله Ta’ala “Wahai hambaKu ta’atlah kepadaKu dan janganlah engkau mengaturKu untuk hal kebaikanmu”.
Telah berkata Ibrahim Al-Khawash, “Ilmu itu kesemuanya terdapat dalam dua kalimat yaitu ‘Jangan engkau bebani diri dengan sesuatu yang telah dijamin, dan jangan sia-siakan sesuatu yang diwajibkan. Oleh karena itu barang siapa yang telah mampu menempati keadaan ini (yaitu bersungguh-sungguh dalam menjalankan kewajiban dan melapangkan hati terhadap sesuatu yang telah ditanggung الله Ta’ala) maka sungguh telah terbukalah mata hatinya dan telah bersinarlah nuurul Haq / cahaya kebenaran di dalam hatinya dan telah berhasilah ia mencapai puncak tujuan. Akan tetapi bagi yang sebaliknya, maka sengguh telah kabur dan butalah mata hatinya.
Adapun pengarang kitab ini rahimahuLlah memberikan istilah Ijtihad (bersungguh-sungguh), hal ini memberikan isyarah bahwa mencari rizki secara wajar dan tidak memforsir diri hanya untuk tujuan duniawi semata adalah tidak terecela dan mubah hukumnya, dan bukan termasuk perkara yang dapat mengeruhkan mata hati. Telah disebutkan dalam kitab Tanwirul Qulub, perihal firman الله Ta’ala, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk melakukan shalat, dan bersungguhlah dalam mengerjakannya. Sesungguhnya Aku tidak meminta rizki darimu akan tetapi Aku lah yang memberimu rizki” Maksud ayat ini adalah “Laksanakanlah pelayanan kepadaKu maka Aku akan melaksanakan pembagian rizki dariKu –Qum bikhidzmatiNa, wa Nahnu Naquumu laka biqismatiNaa.” Di sini terdapat dua perkara, yaitu perkara yang telah dijamin/ditanggung الله maka janganlah engkau sedih karenanya, dan perkara tuntutan الله kepadamu maka jangan di sia-siakan. Oleh karena itu barang siapa yang bersungguh-sungguh atas sesuatu yang telah dijamin sementara ia melalaikan sesuatu yang diwajibkan, maka tampak jelaslah kebodohannya, dan telah meluaslah kelalaiannya.
Bukankah kita telah melihat bahwa الله telah memberi rizki kepada orang yang durhaka kepada-Nya, maka bagaimana mungkin الله tidak memberi rizki kepada hambanya yang ta’at. Jikalau الله telah mengalirkan rizki-Nya kepada orang yang ingkar / kufur kepada-Nya, bagaimana mungkin الله tidak memberi rizki kepada hambanya yang beriman. Bukankah kita sebagai orang mukmin telah mengetahui dengan jelas bahwa dunia telah dijamin bagi kita, dan amal untuk akhirat adalah tuntutan bagi kita. Sebagaimana firman الله,”Watazawwaduu fa inna khaira zaad at-taqwa dan persiapkanlah bekal dan sebaik-baik bekal adalah taqwa”. Sebagian dari mereka (orang-orang shalih) berkata, “Sesungguhnya الله telah menjamin kemaslahatan duniaku dan الله menuntut amal untuk akhiratku. Dan Tidaklah الله menuntut kemaslahatan duniaku dan menjamin akhiratku.”
Sumber : Kitab Syarah al-Hikam

Mengandalkan amal ibadah

من علمة الاعتماد على العمل نقصان الرجاء عند وجود الزلل
( Termasuk tanda-tanda seseorang berpegangan / mengandalkan amal ibadahnya adalah kurangnya rasa harap akan rahmat الله ketika ia tergelincirز
Berpegangan atau mengandalkan pertolongan الله merupakan sifat arifuun yang ahli mengesakan Tuhan. Dan berpegangan / mengandalkan kepada selain الله adalah sifat orang yang lalai dan bodoh, dan apa saja yang termasuk selain الله hingga berpegangan kepada ilmunya, dan amalnya, dan ahwalnya. Adapun ahli ma’rifat yang selalu mengesakan Tuhan, sesungguhnya mereka berada dalam kondisi kelapangan dalam kedekatannya dengan الله dan musyahadahnya. Mereka selalu menatap / bertawajuh kepada Tuhannya dan mereka fana dari diri mereka sendiri. Oleh karena itu apabila mereka tergelincir dalam dosa atau mereka lalai, maka mereka selalu melihat akan peran dan campur tangan Tuhan terhadap segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, dan mereka melihat mengalirnya qadha الله kepada mereka.
Demikian juga apabila mereka dapat melakukan keta’atan kepada الله maka mereka tidak melihat segalanya merupakan hasil dari usahanya sendiri, demikian juga mereka tidak melihat adanya kekuatan dirinya dalam melakukan keta’atan, kerana yang terlebih dahulu masuk ke dalam hati mereka adalah dzikir atau ingat kepadaTuhannya, oleh karena itu dirinya tenang di dalam aliran taqdir-Nya dan hatinya juga tenang terhadap apa saja yang terlintas kepadanya dari pancaran cahaya-Nya. Oleh karena itu tiada beda dari dua keadaan yang dialaminya –yaitu ketika ta’at dan ketika tergelincir dalam dosa-, karena sesungguhnya mereka telah tenggelam di dalam lautan tauhid . Maka dari itu sama saja bagi mereka antara rasa takut / khauf dan harap / raja’ . oleh karena itu tidaklah mengurangi rasa takut mereka meskipun mereka telah berhasil menjauhi kemaksiyatan. Juga tidak menambahi dari harap mereka dengan amal kebaikan yang telah mereka lakukan.

Dikatakan, “Orang ‘arif tegak berdiri kokoh dengan pertolongan الله. Sungguh الله telah menjaga urusan mereka. Apabila tampak keta’atan dari mereka, maka mereka tidak mengharapkan pahala karena mereka tidak melihat dirinya yang melakukan amal keta’atan. Demikian pula apabila terjadi perbuatan dosa, maka mereka tiada melihat selain kepada الله yang mengalirkan taqdirNya. Maka hatinya menjadi tenang dengan الله dan penglihatannya kepadaNya dan takut akan kebesaranNya serta harapannya kepadaNya.

Adapun selain mereka, maka mereka menisbatkan kepada dirinya sendiri akan amal, perbuatan, dan mereka mengambil bagian dari segala amal mereka. Oleh karena itu mereka berpegangan kepada amal mereka dan hatinya merasa tenang akan hal keadaan mereka. Kemudian apabila mereka tergelincir pada perbuatan dosa, maka akan berkuranglah harap/raja’ mereka akan rahmat ampunan dan pertolongan الله sebagaimana mereka ketika melakukan ta’at maka mereka menjadikannya sebagai andalan dan pegangan yang mereka anggap dapat menyelamatkan. Akhirnya mereka tidak sadar telah bergantung kepada asbab dan terhijab dari Tuhaninya. Oleh karena itu barang siapa yang mendapati tanda dari keadaan yang demikian ini, naka sudah seharusnyalah ia mengetahui posisi dan kedudukannya sehingga tidak mendakwakan diri sebagai bagian dari golongan khos / orang-orang pilihan yang ahli dekat dengan الله. Dan posisi mereka sesungguhnya masih pada golongan Ashabil Yamiin.
Telah berkata Sayikh Abu Abdurrahman As-Sulamy dan AL-Hafidz Abu Na’im Al-ishfahaany dari Yusuf bin AL-Husain Ar-Razy RA, “sebagian orang datang kepadaku dan berkata kepadaku,’Janganlah sekali-kali engkau melihat keinginanmu dalam semua amalmu kecuali engkau bertaubat karenanya’. Maka aku jawab, “Jika taubat dapat menyelamatkan diriku, maka tidak aku ijinkan ia membuatku merasa aman dari Tuhanku. Jika kejujuran dan keikhlasan keduanya menjadi hambaku, niscaya aku jual keduanya sebagai kezuhudanku dari keduanya. Karena sesunguhnya jika diriku di sisi الله ditentukan olehNya sebagai orqang yang beruntung dan diterima amalnya, maka tidaklah mengkhawatirkan diriku segala bentuk dosa dan kesalahan. Dan jika diriku disisiNya dikehendaki sebagai orang yang celaka, maka tidaklah akan menyelamatkanku semua amal, kesungguhan dan keikhlasanku. Dan sesungguhnya الله telah menjadikanku sebagai manusia yang tanpa amal apapun demikian pula penolong yang menyelamatkanku dariNya. Kemudian Ia menunjukkanku kepada agamaNya yang diridhoiNya dengan firmanNya Barang siapa yang mengambil agama selain agama Islam maka tidak akan diterima dan ia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi oleh karena itu peganganku kepada kemurahanNya dan belas kasihNya lebih utama bagiku daripada peganganku kepada amalku dan sifatku yang tidak sempurna. Karena sesungguhnya membandingkan kemurahan الله dan kasih sayangNya dengan amal dan perbuatan kita adalah disebabkan kekurang tahuan kuta akan kemurahan الله dan kebaikanNya.

Sumber : Kitab Syarah al-Hikam