Alloh SWT berfirman, “
يَاأاَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْ ااتَّقُواْ اللّهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصَّادِقِيْنَ
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (At-Taubah 119)
RasuluLlah SAW bersabda :
لآ يَزَالُ الْعَبْدُ يَصْدُقُ
وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللّهِ تَعَالَى صِدِّيْقًا
لآ يَزَالُ الْعَبْدُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ
عِنْدَ اللّهِ كَذَّابًا
Ustadz Abu Ali Ad Daqaq berkata,
“Shidiq/benar adalah tiang semua perkara. Dengannya perkara menjadi
sempurna, di dalamnya perkara menjadi tersusun rapi. Kebenaran / shidiq
lah yang mengiringi kenabian. Alloh SWT berfirman :
فَأُولئِكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ انَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَآءِوَالصَّالِحِيْنَ
Mereka akan bersama-sama dengan
orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Alloh yaitu para Nabi, para
Shidiqiin, para syuhada dan shalihiin”. (An-Nisa 68)
Shadiq atau orang yang ahli kebenaran
adalah suatu nama yang harus dikaitkan dengan kebenaran. Sedangkan
shidiq untuk tingkatan yang lebih tinggi adalah orang yang banyak atau
sangat dalam hal kebenaran. Orang seperti ini kehidupannya banyak
didominasi oleh nilai-nilai kebenaran. Hal itu seperti as-sakiir yaitu
orang yang ahli mabuk (karena Tuhan) dan al-khamir yaitu orang yang
sangat kecanduan minuman khamer. Paling rendah tingkatan shidiq adalah
kesamaan baginya antara yang rahasia dan yang tampak. Orang yang shidiq
adalah orang yang benar dalam ucapannya, sementara as-shidiqqi adalah
orang yang benar dalam segala ucapan, perbuatan dan keadaannya.
Ahmad bin Khadrawaih berkata, “Barang
siapa yang menginginkan Alloh senantiasa bersamanya, maka hendaklah
tetap dalam kebenaran. Sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang
benar”. Al-Junaid mengatakan, “Orang yang benar dalam keseharian akan
mengalami pembolak-balikan sebanyak 40 kali, sedangkan orang yang riya
dalam 40 tahun tetap dalam satu keadaan”.
Abu Sulaiman Ad-Daraani berkata, “Kalau
orang yang benar hendak mensifati apa yang ada di dalam hatinya maka
lidahnya tidak akan berkata sesuatupun”.
Dikatakan, “Kebenaran adalah ucapan yang
benardi tempat-tempat yang rusak. Kebenaran adalah kesesuaian antara
rahasia dan ucapan”.
An-Naqad mengatakan, “Kebenaran adalah pencegahan yang haram”.
Abdul Wahid bin Zaid mengatakan, “Kebenaran adalah pemenuhan hak Alloh dengan perbuatan”.
Sahal bin AbduLlah mengatakan, “hamba yang mencium bau dirinya (nafsunya) atau yang lain maka tidak akan mencium bau kebenaran”.
Abu Said Al-Quraisy mengatakan, “Orang
yang benar adalah orang yang mempersiapkan kematiannya dan dia tidak
malu jika rahasia pribadinya terungkap”.
Alloh SWT berfirman :
فَتَمَنَّوُاالْمَوْتَ اِنْكُنْتُمْ صَادِقِيْنَ
..”maka inginkanlah kematian jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. (Al-Baqarah 94).
Dari Ustadz Abiu Ali Ad-Daqaq yang
mengkisahkan bahwa suatu hari Abu Ali Ats-Tsaqafi berkata yang kemudian
ditimpali oleh AbduLlah bin Manazil, “Hai Abu Ali, persiapkanlah
kematianmuyang merupakan suatu kepastian.”
Peringatan itu disambut sama oleh Abu Ali, “Dan engkau AbduLlah, persiapkanlah kematianmu yang sudah pasti (datang)”.
AbduLlah pun lantas menggelantungkan tangannya dan meletakkan kepalanya sedemikian rupa seraya berkata, “Saya pasti mati”.
Maka Abu Ali terpaku karena dia tidak
mungkin menerimanyadengan apa yang dikerjakan AbduLlah, juga karena Abu
Ali mempunyai beberapa ketergantungan (pekerjaan) sementara AbduLlah
tidak memiliki kesibukan sama sekali (tajrid).
Ahmad bin Muhammad Ad-Dinawari
memberikan fatwa, tidak lama kemudian seorang wanita tua berteriak di
majlis dengan teriakan yang nyaring. Abul Abas yang melihatnya nberkata,
“Kematian pasti datang. Dia melangkah”.
Wanita tua itu menoleh kepadanya seraya berkata, “Saya pasti mati”. Dan sekejap kemudian maut pun menjemputnya
Muhammad Al Washiti berkata, “Kebenaran
adalah kebenaran tauhid yang seiring dengan tujuan”. Diceritakan bahwa
Abdul Wahid bin Zaid suatu hari memandang seorang bocah dari salah
seorang anak temannya. Bocah itu badannya sangat kurus.
“Apa engkau selalu berpuasa wahai anakku ?”
“Saya tidak selamanya berbuka”. Jawab anak itu.
“Apakah kamu selalu shalat malam ?”
“Saya tidak selamanya tidur”.
“Apa yang membuat badanmu kurus ?”
“Keinginan yang selalu ada dan ketersimpanan yang selalu menetap dalam keinginan”.
“Engkau diamlah, maka tidak akan ada yang dapat mencelakakan dirimu”.
Anak itu berdiri kemudian melangkah dua
langkah lalu bergumam,”Tuhan, jika Engkau benar, maka ambilah saya”.
Seketika itu juga sang anak jatuh tersungkur dalam keadaan tidak
bernyawa.
Abu Amar Az-Zujaji bercerita,” Ibu saya
telah meninggal dan saya mewarisi darinya sebuah rumah lalu saya jual
seharga 50 dinar kemudian saya berangkat pergi haji. Ketika sampai di
kota Babil, seorang pegawai pengairan menemani saya dan bertanya ,’Apa
yang engkau bawa ?’
Sebelum menjawab, saya berkata di dalam
hati, ‘kebenaran adalah kebaikan’. Kemudian saya baru menjawab dengan
jelas, “Yang aku bawa uang 50 dinar”.
“Serahkan kepadaku”.
Sayapun menyerahkan bungkusan uang itu.
Dia menghitungnya dan memang ditemuakn sejumlah yang saya sebut, namun
kemudian ia mengembalikannya kepadaku seraya berkata, “Ambil bungkusan
ini, kebenaran (kejujuran) mu telah memberikan kepadaku”.
Dia lantas turun dari kuda dan emngatakan, “Naiklah binatang ini”.
“Tidak, saya tidak menginginkannya”.
“Harus !” Katanya lebih tegas.
Lelaki it uterus mendesakku sampai saya menaiki kendaraannya. “Dan saya akan mengikuti jejakmu”…katanya kemudian
Pada tahun berikutnya dia menjumpaiku dan tetap bersikap seperti semula kepadaku hingga ia mati.
Ibrahim Al-Khawash berkata, “Orang yang
benar tidak bias kamu lihat kecuali dalam kewajiban yang ditunaikannya
atau keutamaan yang dikerjakan untuk Tuhannya”.
Al-Junaid mengatakan, “Hakikat kebenaran
adalah keberadaanmu yang berani membenarkan sesuatu di tempat-tempat
yang tidak akan menyelamatkanmu kecuali kebohongan”.
Dikatakan bahwa ada tiga hal yang tidak
bias disalahkan yaitu orang yang benar yang merasakan manisnya kehadiran
Al-Haq, rasa segan karena penghormatan pada Alloh, dan cahaya ta’at
yang membias di wajah. Dikatakan pula bahwa Alloh pernah mewahyukan pada
Nabi Dawud AS, “Hai Dawud, Barang siapa membenarkan-Ku dlam
kerahasiaannya, maka aku pasti membenarkannya dihadapan para makhluk di
dalam suasana ramai”.
Diveritakan bawa Ibrahim bin Dauhah
bersama Ibrahim bin Satanabah Al-Badiyah memasuki suatu ruangan.
Tiba-tiba Ibnu Satanabah mengatakan, “Buanglah apa saja yang kamu bawa
yang membuatmu ketergantungan”.
“Lalu saya membuang semua yang ada padaku selain dinar”. Kata Ibnu Daulah.
“Hai Ibrahim janganlah kamu menyiibukkan
yang tersembunyi. Buanglah apa yang ada bersamamu dari hal-hal yang
membuatmu ketergantungan”.
“sayapun lantas membuang dinar”.
“Hai Ibrahim, buang apa yang ada bersmamu dari hal-hal yang membuatmu ketergantungan”.
“Saya berusaha mengingat-ingat apa yang
saya bawa. Saya baru sadar bahwa saya membawa seutas tali sandal. Saya
lalu membuangnya. Saya sudah tidak butuh lagi tali sandal dalam
perjalanan kecuali yang saya dapatkan di hadapan saya”.
Melihat itu Ibrahim bin Satanabah berkata, “Seperti inilah orang yang bekerja pada alloh dengan kebenaran”.
Dzun Nun Al-Mishri berkata, “Kebenaran adalah pedang Alloh. Tidak ada satupun yang ditempatinya malinkan akan diputusnya”.
Sahal bin AbduLlah mengatakan, “Awal
penghianatan orang-orang yang benar adalah ucapan-ucapan mereka dengan
diri mereka sendiri”.
Fatah Al-Maushuli pernah ditanya tentang
kebenaran, dia lantas memasukkan tangannya ke dalam tungku panas tempat
pembakaran besi dan mengeluarkan besi panas dan diletakkan di telapak
tangannya, “Inilah kebenaran”. Ucapnya.
Yusuf bin Asbath mengatakan, “Karena di
waktu malam saya bias bergadang dengan kebenaran bersama Alloh, maka hal
itu lebih saya sukai daripada saya memukulkan pedangku di jalan Alloh”.
Ustadz Abu Ali Ad-Daqaq berkata,
“Kebenaran adalah keberadaanmu sebagaimana yang kamu lihat pada dirimu
atau kamu melihat dirimu sebagaimana keberadaanmu”.
Al-Harits Al-Muhasibi pernah ditanya
tentang tanda-tanda kebenaran lalu dijawab, “Orang yang benar adalah
orang yang tidak peduli seandainya segala hal yang berharga menjadi
miliknya keluar masuk ke dalam hati para makhluk untuk perbaikan
dirinya. Dia juga tidak senang menampakkan pada manusia
kebaikan-kebaikan amalnya meski hanya seberat biji-bijian. Atau juga
tidak membenci jika perbuatan buruknya ditampakkan pada manusia. Jika
tidak denmikian ini maka belumlah termasuk akhlak orang-orang yang
benar”.
Sebagian sufi mengatakan, “Orang yang
belum menuneikan kewajiban abadi, maka kewajiban yang insidentil tidak
akan diterima.” Lalu ditanyakan, “Apa yang dimaksud kewajiban abadi ?”
Kemudian dijawab, “Kebenaran”.
Dikatakan, “Jika engkau menmcari Alloh
dengan kebenaran, maka Alloh pasti akan memberimu cermin yang kamu dapat
melihat segala hal keajaiban dunia dan akhirat di dalam cermin itu.
Dikatakan pula, engkau wajib bersama kebenaran. Sekiranya kamun takut
kebenaran akan membahayakanmu, sesungguhnya dia akan memberimu manfaat.
Kalau sekiranya kamu melihat kebenaran dapat memberimu manfaat,
sesungguhnya ia malah akan membahayakanmu.”
Dikabarkan, segala sesuatu adalah
sesuatu, membenarkan kebohongan bukanlah sesuatu. Tanda orang bohong
adalah kedermawanannya dengan sumpah meski tanpa diminta (untuk
bersumpah).
Ibnu Sirin mengatakan, “Ucapan lebih
luas dari kebohongan orang yang cerdik”. Dikatakan pula bahwa yang
melunakkan pedang adalah kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar